KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT, yang atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Implementasi Dan Problematika Tentang Moral Dan
Etika Pancasila Dalam Penyelenggaraan Negara Republik Indonesia”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen saya yang telah memberikan
tugas dan petunjuk kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Belitang, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A.
Latar Belakang ........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C.
Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A.
Nilai......................................................................................................... 3
B.
Moral....................................................................................................... 4
C.
Hukum.................................................................................................... 4
D.
Hakikat Nilai Moral Dalam Kehidupan Manusia.................................... 5
E.
Problematika Pembinaan Nilai Moral...................................................... 7
F.
Manusia Dan Hukum.............................................................................. 7
G.
Hubungan Hukum Dan Moral................................................................ 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 11
A.
Kesimpulan ............................................................................................. 11
B.
Saran ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan
nilai. Manusia memberikan nilai kepada sesuatu. Nilai itu ada atau riil dalam
kehidupan manusia. Moral erat kaitannya dengan akhlak yang mengandung makna
tata tertib yang datang dari hati nurani manusia. Moral merupakan bagian dari
nilai. Hukum merupakan suatu norma. Norma hukum merupakan aturan-aturan yang
bersal dari negara dan sifatnya memaksa.Tujuan bernegara Indonesia adalah terpenuhinya
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat diketahui dalam pembukaan
UUD 1945 maupun pancasila.
Bedasarkan pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, maka adil yang dimaksud adalah perlakuan adil kepada warga negara tanpa pandang bulu. Manusia pada hakikatnya sama harkat dan martabatnya termasuk pula manusia sebagai warga negara, Karena itu hendaknya penyelenggara negara menjamin perlakuan yang adil terhadap warga negaranya. Hal ini tercermin pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Bedasarkan pancasila sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, maka adil yang dimaksud adalah perlakuan adil kepada warga negara tanpa pandang bulu. Manusia pada hakikatnya sama harkat dan martabatnya termasuk pula manusia sebagai warga negara, Karena itu hendaknya penyelenggara negara menjamin perlakuan yang adil terhadap warga negaranya. Hal ini tercermin pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat indonesia
mengandung makna adil dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Hasil
pembangunan dan kekayaan bangsa hendaknya dinikmati secara adil dan menyeluruh
oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan dan kekayaan alam tidak
boleh dinikmati segelintir orang, sebab hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan,
perasaan iri dan kemiskinan. Sesuai dengan sila kelima tersebut maka
kedilan yang harus terwujud dalam kehidupan bangsa adalah :
- Keadilan distributif, yaitu hubungan yang adil antara negara dengan negaranya. Kedilan ini dalam bentuk kesejahteraan, subsidi, serta kesempatan hidup bersama berdasarkan hak dan kewajiban.
- Keadilan legal (bertaat), yaitu hubungan yang adil antara negara dengan warga negaranya. Kedilan komutatif, yaitu hubungan yang adil dan sama antar warga negara secara timbal balik.
Dilihat dari
kenyataan yang ada, Indonesia sebagai negara hukum memang sudah terwujud
terbukti dengan telah adanya Undang-Undang yang mengatur kehidupan bernegara.
Tetapi pada penerapannya didalam kehidupan bernegara itu sendiri belum
terlaksana dengan baik. Terbukti dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh segelintir orang namun hukum baginya tidak berjalan dengan
semestinya. Hukum pada saat ini lebih memihak kepada mereka yang memiliki
kedudukan.
B. Perumusan Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah :
- Apakah yang dimaksud dengan Nilai, Moral dan Hukum?
- Bagaimanakah penerapan Nilai, Moral dan Hukum di Indonesia?
- Apakah solusi yang tepat untuk permasalahan Nilai, Moral dan Hukum di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini antara lain:
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah PENDIDIKAN PANCASILA
- Untuk menambah pengetahuan tentang Nilai, Moral dan Hukum.
- Untuk mengetahui berbagai permasalahan tentang Nilai, Moral dan Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nilai
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Beberapa
pendapat tentang nilai dapat diuraikan sebagai berikut :
- Menurut Bambang Daroeso, Nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
- Menurut Parsi Darmo Diharjo, Nilai adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir maupun batin.
Sesuatu dianggap bernilai apabila
sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut :
*
Menyenangkan.
* Menguntungkan.
*
Berguna. *
Memuaskan.
* Menarik. *
Keyakinan.
Ada dua pendapat mengenai nilai.
Pendapat yang pertama menyatakan bahwa nila itu subjektif, sedangkan pendapat
kedua mengatakan bahwa nilai itu subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu
objektisme, ada pada setiap sesuatu. Pendapat lain menyatakan bahwa nilai sutu
objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya air menjadi sangat
berharga daripada emas bagi seseorang yang kehausan dipadang pasir. Nilai
menjadikan manusia terdorong untuk melakukan tindakan agar harapannya dapat
terwujud dalam kehidupannya.
Jenis nilai menurut Prof. Drs. Notonegoro, S.H ada
tiga,yaitu :
- Nilai materil, yakni sesuatu yang berguna bagi sesama manusia.
- Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melaksanakan kegiatan.
- Nilai kerohanian, dibedakan menjadi empat, yaitu :
a. Nilai kebenaran, bersumber pada akal
pikiran manusia.
b.
Nilai
estetika, bersumber pada rasa manusia.
c.
Nilai
kebaikan bersumber pada kehendak/nurani manusia.
d.
Nilai
religius yang bersifat mutlak dan bersumber pada keyakinan manusia.
B.
Moral
Moral
berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa
Indonesia moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata
tertib batin yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Istilah
moral dapat dipersamakan dengan etika, akhlak, kesusilaan dan budi pekerti.
Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai
moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal baik-buruk.
C.
Hukum
Hukum
merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum. Norma hukum adalah peraturan
yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum perlu ada untuk mengatur
kepentingan manusia dalam masyarakat agar memperoleh kehidupan yang tertib.
Norma hukum tertuang dalam
perundang-undangan.
Norma hukum dibutuhkan karena dua hal:
Norma hukum dibutuhkan karena dua hal:
- Karena bentuk sanksi dari norma agama, kesusilaan dan kesopanan belum cukup memuaskan dan efektif untuk melindungi keteraturan dan ketertiban masyarakat.
- Masih banyak perilaku lain yang belum di atur dalam norma agama, kesusilaan dan kesopanan, misalnya perilaku dijalan raya.
- Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaanan & kesopanan. Isi ketiga norma tersebut bisa diangkat sebagai norma hukum.
Fungsi hukum yaitu :
·
Sebagai
alat pengukur tertib hubungan masyarakat.
·
Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan sosial.
·
Sebagai
penggerak pembangunan.
·
Fungsi
kritis hukum.
Hukum bertujuan untuk menjamu
kepastian hukum dalam masyarakat, memberikan faedah bagi warga negara dan
menciptakan keadilan dan ketertiban bagi warga negara. Norma terbagi atas
empat, yaitu :
1. Norma Agama. Sanksi yang diberikan
tidak secara langsung, tapi hukuman dari
Sang pencipta pada hari akhir nanti.
2. Norma Kesusilaan. Sanksinya berupa
tekanan batin sang pelaku.
3. Norma Kesopanan. Sanksinya yaitu dapat
dikucilkan oleh masyarakat.
4. Norma Hukum. Hukuman berupa
kurungan.
D.
Hakikat
Nilai Moral Dalam Kehidupan Manusia
Nilai dan
Moral Sebagai Materi Pendidikan Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada
hubungannya dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya
adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian utama yakni
estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan
keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena
manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan
dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika
dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji
persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana mestinya.
Menurut
Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:
- Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
- Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
- Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Dalam
bidang pendidikan, ketiga pengertian di atas menjadi materi bahasannya, oleh
karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas
kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosisalnya, yang
tentu saja karena manusia adalah makhluk sosial.
Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia
Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika.
Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia
Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika.
Kedua,
memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai sangat tergantung
pada subjek yang menilainya.
Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif :
1.
Apakah
objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya
karena objek itu memiliki nilai
2.
Apakah
hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita
mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai
mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001,
hlm. 19-24).
- Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder
Kualitas
primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama
seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan
kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera
seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya
kualitas sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan
objek penilaian kualitasnya.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen yakni tidak memiliki kesubstantifan.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen yakni tidak memiliki kesubstantifan.
- Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan
Menilai berarti menimbang, yaitu
kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang
selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas dan hierarki,
yaitu:
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek
positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas) seperti baik dan buruk,
keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis,
yaitu hierarki urutan pentingnya.
Ada
beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas
pengakuan, objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang
akan dicapai, hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan
hubungan yang dihasilkan nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik.
Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa hierarki terdiri dari, nilai
kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih banyak lagi
klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di
Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai
instrumental, dan yang terakhir nilai praksis.\
E.
Problematika
Pembinaan Nilai Moral
Beberapa
pengaruh nilai dalam kehidupan sehari-hari :
- Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
- Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
- Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
- Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
- Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
- Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
F.
Manusia
Dan Hukum
Hukum
dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia,
masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam
pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan
masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum
mana yang melaksanakannya.
Hukum yang
baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk
mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama: MASYARAKAT. Guna membangun dan mempertahankan
tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata
pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur (kekuasaan).
G.
Hubungan
Hukum Dan Moral
Hukum
tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas.
Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan
perundang-undangan yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan moral.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan moral.
Kualitas
hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak
kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan
moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada
moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan.
Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding
dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak
‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap
utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur
tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja,
sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum
berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian
besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak
bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan
etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya
hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak
masyarakat dan akirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung
berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh
negarasupaya berlaku sebagai hukum.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum
memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum
bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat
otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara
lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum
bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu
terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum
mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur
kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum
tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak
tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
1.
Pelanggaran
Etik
Kebutuhan
akan norma etik di oleh manusia diwujudkan dengan membuat serangkaian norma
etik untuk suatu kegiatan atau profesi.Kode etik profesi berisi
ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya dilakukan oleh anggota
profesi. Kode etik profesi dibutuhkan untuk menjaga martabat serta kehormatan
profesi dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan
maupun penyalahgunaan keahlian. Meskipun telah memiliki kode etik, masih
terjadi pelanggaran terhadap profesi. Contohnya: Dokter melanggar kode etik
kedokteran.
Pelanggaran
terhadap kode etik tidak diberikan sanksi lahiriah ataupun yang bersifat
memaksa. Pelanggaran etik biasanya mendapat sanksi etik berupa rasa menyesal,
bersalah dan malu. Bila seorang profesi melanggar kode etik profesinya ia akan
mendapatkan sanksi etik dari lembaga profesi, seperti teguran, dicabut
keanggotaannya atau tidak diperbolehkan lagi menjalani profesi tersebut.
2.
Pelanggaran
Hukum
Problema
hukum yang yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum
masyarakat. Akibatnya banyak tarjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal
kecil yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak
membawa SIM dengan sengaja dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran
hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-undangan negara.
Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat
lahiriah dan memaksa masyarakat secara resmi (Negara) berhak memberi sanksi
bagi warga negara yang melanggar hokum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Problematika
Nilai, Moral dan Hukum yang terjadi di masyarakat yaitu banyaknya pelanggaran
terhadap norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
- Pelanggaran terhadap norma agama tidak dikenakan sanksi secara langsung.
- Pelanggaran terhadap norma kesusilaan sanksinya lebih berkaitan dengan batin yang melanggarnya.
- Pelanggaran terhadap norma kesopanan sanksinya yaitu dikucilkan dari lingkungan atau masyarakat.
- Pelanggaran terhadap norma hukum sanksinya berupa kurungan atau penjara.
Di
Indonesia Hukum dalam pengaplikasiannya belum berjalan dengan semestinya. Masih
banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dan belum ditindak sesuai
dengan aturan hukum yang sebenarnya. Hukum di Indonesia lebih memihak kepada
mereka yang memiliki kedudukan.
B. Saran
Sebaiknya
pemerintah Indonesia beserta aparatur pengawas hukum menegakkan dan menjalankan
hukum dengan sebaik-baiknya dan bertindak adil. Hal itu dilakukan agar tidak
timbul lagi berbagai problematika dalam nilai, moral dan hukum di ndonesia.
Kita
sebagai mahasiswa hendaknya menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara
sesuai dengan koridor yang telah ditentukan agar tidak timbul problematika
dalam hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Syukur. “Kurikulum” dan
“Manusia di Balik Senjata”, Kompas. Jumat, 24 Mei 2002.
Dunn, William N. 1998. Analisa
Kebijaksanaan Publik (Disadur oleh Muhadjir Darwin). Jogjakarta: Hanindita.
Eric, Lanerjan. The Publik Sector:
Concepts, Models, and Aprroaches. London: Sage Publication, 1991.
Gunawan, Ary H. SosiologiPendidikan:
Suatu Analisis Sosiologi TentangPelbagai Problem Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta, Mei 2002.
Harsono, Eko B. “Membawa Pendidikan
Budi Pekerti ke Sekolah”. Suara Pembaharuan, 2 Mei 2001.
Muthohor, M. Aris. Tata Krama di
Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: SIC, 2001.
Puskur. Pengembangan Silabus
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Balitbang Deodiknas, Juni 2002.
Salam, Barhanuddin. Pengantar
Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Sulaiman, Fathiyah Hasan. Sistem
Pendidikan menurut Al-Ghazali: Solusi Menghadapi Tantangan Zaman. Jakarta:
Dea Pers, 2000.
Tarwiyah, Tuti, dkk. “Masalah Hak
Azasi Anak dalam Pendidikan”, Makalah Seminar Kelas Program Doktor Pasca
Sarjana Universitas Negeri Jakarta, 2002.
Tilaar, H.A.R. Paradigma Baru
Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. 2000.
………….., Membenahi Pendidikan
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, April 2002.
Widodo, “Reaktualisasi Pendidikan
Budi Pekerti”. Suara Pembaharuan. 2 Mei 2002.